Alamat : Jl. Terusan Kapten Halim Desa Pasawahan Kidul Rt.03/02, Kecamatan Pasawahan - Kabupaten Purwakarta
Cari Blog Ini
Senin, 06 November 2017
Pembukaan Perlombaan Gebyar Maulid 1439 H Ponpes Al-Wasfiyah
Alhamdulillah acara Perlombaan Gebyar Maulid 1439 H , berhasil dibuka pada tanggal 1 November 2017 (Ba'da Magrib) yang dipimpin langsung oleh ketua panitia yaitu Adi Lukmanul Hakim dibarengi dengan ikrar/janji para juri yang dikoordinir oleh sie. acara (ilyas saputa) , semoga al-wasfiyah terus berkembang demi tercapainya izzul islam wal muslimiin, Aamiin Yaa Rabbal 'Alaamiin....
berikut ini beberapa dokumentasi awal perlombaan yang diawali oleh lomba pra-santri yaitu lomba adzan untuk putra dan juz 'Amma untuk Putri.
berikut ini beberapa dokumentasi awal perlombaan yang diawali oleh lomba pra-santri yaitu lomba adzan untuk putra dan juz 'Amma untuk Putri.
Rabu, 01 November 2017
Kisah Islami
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Selamat
Siang Para sahabat sekalian, Kali ini kami akan membagi sedikit uraian
hikmah dengan mengutip kisah islami dari perjalanan hidup nabi Musa A.s
yang mencari temannya di Syurga Kelak, karena Allah memerintahkan kepada
beliau untuk mencari temannya itu, dan disamping itu kisah ini juga
mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua (Birrul Walidain).
agar tidak membuat anda penasaran, silahkan simak cerita singkatnya !!!!!
Teman Nabi Musa As Di Surga
Suatu ketika, Nabi Musa AS berdoa, “Ya Allah, tunjukanlah salah seorang teman dudukku di surga!!”
Maka Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk datang ke pasar di suatu tempat yang agak jauh, di sana terdapat seorang lelaki penjual daging (tukang jagal) dengan ciri-ciri yang dijelaskan secara rinci, yang nantinya akan menjadi teman beliau di surga. Nabi Musa segera menuju pasar itu dan dengan mudah menemukan orang yang dimaksud.
Nabi Musa dengan sabar menunggu orang tersebut menyelesaikan pekerjaannya hingga menjelang petang, sambil memperhatikan aktivitasnya. Ketika akan pulang, Nabi Musa menghampiri dirinya, yang tampaknya tidak mengenal beliau sebagai utusan Allah yang syariat dan ajarannya diikutinya itu. Beliau berkata, “Apakah tuan bersedia menerima saya sebagai tamu? Saya sedang dalam perjalanan (musafir)!!”
“Baiklah, marilah kita pulang!!”
Nabi Musa mengikutinya berjalan pulang. Sesampainya di rumah, ia memasak daging yang dibawanya dengan kuah yang sangat lezat dan sebagian disuguhkannya kepada Nabi Musa. Dari sebuah ruangan, lelaki itu mengeluarkan sebuah tempat (wadah) besar yang di dalamnya ada seorang wanita tua yang lumpuh, begitu lemahnya sehingga ia tampak seperti anak burung merpati yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Lelaki itu mengambil dan memangku wanita tua itu, lalu menyuapinya dengan telaten hingga merasa kenyang. Setelah itu ia membersihkan (mengelap dengan air) dan mengganti bajunya dengan yang bersih dan menempatkannya di tempat (wadah) semula. Selanjutnya ia mencuci baju kotor wanita tua itu dan menjemurnya. Sebelum ia membawa wadah tersebut ke ruangannya kembali, tampak bibir wanita tua itu bergerak-gerak, tampaknya ia sedang berdoa, yang Nabi Musa bisa ‘membaca’ gerak bibirnya, “Ya Allah, jadikanlah anakku ini sebagai teman duduk Nabi Musa di surga!!”
Setelah lelaki itu duduk kembali menghadapi tamunya, Nabi Musa berkata, “Siapakah wanita tua itu?”
Lelaki itu berkata, “Dia adalah ibuku yang sangat lemah karena telah lumpuh, hanya bisa berbaring saja!!”
Nabi Musa berkata, “Bergembiralah engkau, aku adalah Musa, dan telah diwahyukan kepadaku bahwa engkau adalah temanku di surga, berkat apa yang engkau lakukan dengan baik kepada ibumu itu!!”
Lelaki itu sangat gembira dan bersyukur kepada Allah mendengar ucapan Nabi Musa itu, dan makin istiqomah dalam merawat ibunya itu.
Suatu ketika, Nabi Musa AS berdoa, “Ya Allah, tunjukanlah salah seorang teman dudukku di surga!!”
Maka Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk datang ke pasar di suatu tempat yang agak jauh, di sana terdapat seorang lelaki penjual daging (tukang jagal) dengan ciri-ciri yang dijelaskan secara rinci, yang nantinya akan menjadi teman beliau di surga. Nabi Musa segera menuju pasar itu dan dengan mudah menemukan orang yang dimaksud.
Nabi Musa dengan sabar menunggu orang tersebut menyelesaikan pekerjaannya hingga menjelang petang, sambil memperhatikan aktivitasnya. Ketika akan pulang, Nabi Musa menghampiri dirinya, yang tampaknya tidak mengenal beliau sebagai utusan Allah yang syariat dan ajarannya diikutinya itu. Beliau berkata, “Apakah tuan bersedia menerima saya sebagai tamu? Saya sedang dalam perjalanan (musafir)!!”
“Baiklah, marilah kita pulang!!”
Nabi Musa mengikutinya berjalan pulang. Sesampainya di rumah, ia memasak daging yang dibawanya dengan kuah yang sangat lezat dan sebagian disuguhkannya kepada Nabi Musa. Dari sebuah ruangan, lelaki itu mengeluarkan sebuah tempat (wadah) besar yang di dalamnya ada seorang wanita tua yang lumpuh, begitu lemahnya sehingga ia tampak seperti anak burung merpati yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Lelaki itu mengambil dan memangku wanita tua itu, lalu menyuapinya dengan telaten hingga merasa kenyang. Setelah itu ia membersihkan (mengelap dengan air) dan mengganti bajunya dengan yang bersih dan menempatkannya di tempat (wadah) semula. Selanjutnya ia mencuci baju kotor wanita tua itu dan menjemurnya. Sebelum ia membawa wadah tersebut ke ruangannya kembali, tampak bibir wanita tua itu bergerak-gerak, tampaknya ia sedang berdoa, yang Nabi Musa bisa ‘membaca’ gerak bibirnya, “Ya Allah, jadikanlah anakku ini sebagai teman duduk Nabi Musa di surga!!”
Setelah lelaki itu duduk kembali menghadapi tamunya, Nabi Musa berkata, “Siapakah wanita tua itu?”
Lelaki itu berkata, “Dia adalah ibuku yang sangat lemah karena telah lumpuh, hanya bisa berbaring saja!!”
Nabi Musa berkata, “Bergembiralah engkau, aku adalah Musa, dan telah diwahyukan kepadaku bahwa engkau adalah temanku di surga, berkat apa yang engkau lakukan dengan baik kepada ibumu itu!!”
Lelaki itu sangat gembira dan bersyukur kepada Allah mendengar ucapan Nabi Musa itu, dan makin istiqomah dalam merawat ibunya itu.
Subhanallah
!!! Para sahabat sekalian, kisah ini mengajarkan kita betapa mulyanya
orang yang berbakti kepada orang tuanya, mudah-mudahan kita sekalian
bisa mencontoh sikap dari cerita tadi
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
"kisah
ini didapat saat kita mengaji bersama, mudah-mudahan bermanfaat, tambah
semangat lagi kepada para santri dan santriat Al-Wasfiyah, selamat
berjihad !!!!"
Dikutip oleh : M. Arief Kharisyahbudi
Wafatnya Baginda Rasul Sahabat Banjir Air Mata
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh ?
Teman,
untuk ikut mengagungkan Rasullullah S.AW, maka kali ini kami akan
membagi kisah detik-detik beliau akan wafat, dalam rangka Maulid Nabi
Muhammad SAW 1437 H, sebagai bentuk pengagungan kami dengan memposting
kisah ini agar kita tau betapa hebatnya rasul kita ini, untuk itu
silahkan simak ceritanya.
Diriwayatkan bahwa surah Al-Maidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu
Ashar yaitu pada hari Jum’at di Padang Arafah pada musim haji
penghabisan (Wada’). Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di
atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas
penerimaannya untuk mengingat isi dan makna yang terkandung dalam ayat
tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan
unta beliau pun duduk perlahan-lahan.
Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”
Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengarnya berita itu, mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”
Ketika Abu Bakar r.a. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis ini sampai kepada para sahabat lain.
Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga menyedihkan sekali keadaanmu? Seharusnya engkau gembira karena agama kita telah sempurna.” Mendengar itu, Abu Bakar r.a. pun berkata, “Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kamu. Tidakkah kamu tahu bahwa apabila suatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para istri nabi menjadi janda.”
Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka lalu mereka pun menangis sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian sampai ke para sahabat yang lain. Mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat,“Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara keras sekali di depan rumah beliau.” Berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kepada semua yang menangis dan bertanya,“Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis?”
Kemudian Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata:“Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat.”
Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.” Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Ukasyah, aku sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku kesini.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”
Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?” “Aku Bilal, saya telah diperintahkan Rasulullah untuk mengambil tongkat beliau.”
“Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
“Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”
“Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”
Bilal tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah menerima tongkat tersebut dari Bilal, maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata:
“Wahai ‘Ukasyah, janganlah kamu qishash Rasulullah s.a.w. qishashlah kami berdua.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua.”
Kemudian Ali r.a. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu, Hasan dan Husein bangun dengan berkata:“Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua.”
“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah.
‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu aku tidak memakai baju.” Maka Rasulullah pun membuka baju. Setelah Rasulullah membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru. Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan langsung memeluk dan mencium badan Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu.
Aku melakukan ini karena ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan aku ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu ingin melihat seorang ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat menegangkan itu. Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah di surga.”
Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah r.a. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah mengasihimu semua. Aku berwasiat kepadamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku denganmu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah dan menempatkannya di surga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya.
Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu, kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku adalah Allah, kemudian Jibril, kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang akhir adalah lzrail berserta dengan semua pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”
Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, meledaklah tangis mereka. Mereka menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah. engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara kami. Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap persoalan yang timbul nanti?”
Kemudian Rasulullah berkata,“Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu dua penasihat: yang satu nasehat yang pandai bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam. Yang pandai bicara adalah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit diantara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kamu bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”
Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka Rasulullah mulai merasakan sakit. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Rasulullah diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah bertambah berat. Setelah Bilal menyelesaikan adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah.
Bilal pun memberi salam,“Assalaamualaika ya Rasulallah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra.,“Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal mendengar penjelasan dari Fathimah, ia pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal didengar oleh Rasulullah: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya sakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”Setelah mendengar pesan Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata:“Waah … ini musibah besar.”
Di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah katakan kepadanya. Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong, dengan suara keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihat peristiwa ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?” “Kekisruhan kaum muslimin disebabkan engkau tidak pergi ke masjid.”
Kemudian Rasulullah memanggil Ali dan Fadhl bin Abas lalu Rasulullah bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah sampai di masjid, Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.
Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkata demikian, Rasulullah pun pulang.
Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasih-Ku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali kepada-Ku.”
Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan menyerupai orang Arab Badwi. “Assalaamu ‘alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danirrisaalati a-adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk?) Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya semakin berat.”
Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu?”
“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggilmu, dan aku telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badanku terasa menggigil.”Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?” Fathimah menjawab, “Tidak ayah.” “Dialah lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Fathimah tidak dapat menahan air matanya. Perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sejadi-jadinya.
“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Kemudian Rasulullah pun mengizinkan lzrail masuk. lzrail dengan tenang mengucap, “Assalamu ‘alaikum ya Rasulallah.” Lalu Rasulullah menjawab: “Wa ‘alaikassalam … Wahai lzrail engkau datang menziarahiku atau untuk mencabut ruhku?” lzrail menjawab: “Kedatanganku adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun jika engkau izinkan, kalau tidak engkau izinkan, aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Aku tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.” Tidak beberapa lama kemudian Jibril pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah s.a.w.
Ketika Rasulullah melihat kedatangan Jibril, beliau berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril: “Ya aku tahu.” Rasulullah bertanya lagi, “Wahai Jibril, beritahukanlah padaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah.” Berkata Jibril, “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit. Kesemua pintu-pintu surga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.”
Berkata Rasulullah: “Alhamdulillah, sekarang engkau katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti.” Berkata Jibril, “Allah s.w.t. telah berfirman, ‘Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki surga.”
Berkatalah Rasulullah: “Sekarang aku telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku. Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.” lzrail pun mulai melakukan tugasnya. Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali. Ketika ruhnya sampai di pusat, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, sakiiit … sekali kematian ini.” Karena tak sanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangannya.
Melihat itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini?”Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada, beliau bersabda, ‘Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”
Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya, ketika menjelang saat-saat terakhir, Rasulullah mengerakkan kedua bibirnya sebanyak dua kali, dan aku meletakkan telingaku dekat dengannya, Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku..’ umatku….” Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa:“Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku.”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca shalawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”
Waallahua'lam Bishawab..
Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”
Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengarnya berita itu, mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”
Ketika Abu Bakar r.a. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis ini sampai kepada para sahabat lain.
Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga menyedihkan sekali keadaanmu? Seharusnya engkau gembira karena agama kita telah sempurna.” Mendengar itu, Abu Bakar r.a. pun berkata, “Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kamu. Tidakkah kamu tahu bahwa apabila suatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para istri nabi menjadi janda.”
Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka lalu mereka pun menangis sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian sampai ke para sahabat yang lain. Mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat,“Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara keras sekali di depan rumah beliau.” Berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kepada semua yang menangis dan bertanya,“Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis?”
Kemudian Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata:“Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat.”
Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.” Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Ukasyah, aku sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku kesini.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”
Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?” “Aku Bilal, saya telah diperintahkan Rasulullah untuk mengambil tongkat beliau.”
“Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
“Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”
“Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”
Bilal tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah menerima tongkat tersebut dari Bilal, maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata:
“Wahai ‘Ukasyah, janganlah kamu qishash Rasulullah s.a.w. qishashlah kami berdua.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua.”
Kemudian Ali r.a. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu, Hasan dan Husein bangun dengan berkata:“Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua.”
“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah.
‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu aku tidak memakai baju.” Maka Rasulullah pun membuka baju. Setelah Rasulullah membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru. Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan langsung memeluk dan mencium badan Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu.
Aku melakukan ini karena ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan aku ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu ingin melihat seorang ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat menegangkan itu. Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah di surga.”
Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah r.a. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah mengasihimu semua. Aku berwasiat kepadamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku denganmu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah dan menempatkannya di surga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya.
Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu, kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku adalah Allah, kemudian Jibril, kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang akhir adalah lzrail berserta dengan semua pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”
Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, meledaklah tangis mereka. Mereka menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah. engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara kami. Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap persoalan yang timbul nanti?”
Kemudian Rasulullah berkata,“Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu dua penasihat: yang satu nasehat yang pandai bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam. Yang pandai bicara adalah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit diantara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kamu bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”
Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka Rasulullah mulai merasakan sakit. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Rasulullah diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah bertambah berat. Setelah Bilal menyelesaikan adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah.
Bilal pun memberi salam,“Assalaamualaika ya Rasulallah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra.,“Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal mendengar penjelasan dari Fathimah, ia pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal didengar oleh Rasulullah: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya sakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”Setelah mendengar pesan Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata:“Waah … ini musibah besar.”
Di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah katakan kepadanya. Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong, dengan suara keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihat peristiwa ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?” “Kekisruhan kaum muslimin disebabkan engkau tidak pergi ke masjid.”
Kemudian Rasulullah memanggil Ali dan Fadhl bin Abas lalu Rasulullah bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah sampai di masjid, Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.
Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkata demikian, Rasulullah pun pulang.
Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasih-Ku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali kepada-Ku.”
Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan menyerupai orang Arab Badwi. “Assalaamu ‘alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danirrisaalati a-adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk?) Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya semakin berat.”
Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu?”
“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggilmu, dan aku telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badanku terasa menggigil.”Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?” Fathimah menjawab, “Tidak ayah.” “Dialah lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Fathimah tidak dapat menahan air matanya. Perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sejadi-jadinya.
“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Kemudian Rasulullah pun mengizinkan lzrail masuk. lzrail dengan tenang mengucap, “Assalamu ‘alaikum ya Rasulallah.” Lalu Rasulullah menjawab: “Wa ‘alaikassalam … Wahai lzrail engkau datang menziarahiku atau untuk mencabut ruhku?” lzrail menjawab: “Kedatanganku adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun jika engkau izinkan, kalau tidak engkau izinkan, aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Aku tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.” Tidak beberapa lama kemudian Jibril pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah s.a.w.
Ketika Rasulullah melihat kedatangan Jibril, beliau berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril: “Ya aku tahu.” Rasulullah bertanya lagi, “Wahai Jibril, beritahukanlah padaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah.” Berkata Jibril, “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit. Kesemua pintu-pintu surga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.”
Berkata Rasulullah: “Alhamdulillah, sekarang engkau katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti.” Berkata Jibril, “Allah s.w.t. telah berfirman, ‘Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki surga.”
Berkatalah Rasulullah: “Sekarang aku telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku. Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.” lzrail pun mulai melakukan tugasnya. Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali. Ketika ruhnya sampai di pusat, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, sakiiit … sekali kematian ini.” Karena tak sanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangannya.
Melihat itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini?”Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada, beliau bersabda, ‘Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”
Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya, ketika menjelang saat-saat terakhir, Rasulullah mengerakkan kedua bibirnya sebanyak dua kali, dan aku meletakkan telingaku dekat dengannya, Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku..’ umatku….” Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa:“Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku.”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca shalawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”
Waallahua'lam Bishawab..
dengan
membaca kisah ini, semoga kita bisa lebih ta'at kepada ajaran islam
yang mana nabi kita berjuang keras untuk menegakkannya, cukup sekian,
mudah-mudahan juga kita mendapatkan syafaa'atul Udzma, Aamiin Yaa Rabbal 'Alamiin,
Keluarga
Besar Al-Wasfiyah mengucapkan selamat Hari Besar Maulid Nabi Muhammad
SAW 1437 H, tetaplah kita menjadi hamba yang selalu mahabbah kepada
nabinya.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh ?
Kisah Jatuhnya Kerajaan Islam di Andalusia
Kejayaan pasukan Tariq ibn Ziyad menguasai kota Andalus pada tahun 711M sehingga ke tampuk kerajaan “Nasriyyah” atau “Bani Ahmar”
yang mengakhirinya pada tahun 1492M, pernah melakarkan catatan
pemerintahan Islam yang hebat. Tempoh tersebut hampir mencapai lapan
abad! 800 tahun, suatu jarak yang seharusnya menjadi renungan buat
masyarakat Islam di seluruh dunia.
Tempoh tersebut membuktikan betapa kemunculan Tamadun Barat ada
kaitannya dengan kecemerlangan Tamadun Islam yang telah terbina di
Andalus. Ketika itulah dikatakan bahawa zaman intelektual berkembang
megah dengan munculnya tokoh-tokoh Islam kawakan seperti Ibn Hazm
(994M-1064M), Ibn Rushd (1126M-1198M), Ibn Bajjah (1082-1138M), Ibn Zuhr
(1091-1162M) dan ramai lagi. Termasuklah golongan elit Kristian yang
dipimpin oleh filosof terkenal Thomas Aquinas (1225M-1274M) dan
Maimonides (1135M-1205M), seorang ahli teologi yang pernah terkenal di
Andalus ketika pemerintahan Islam, sedangkan beliau berbangsa Yahudi.
Kejayaan Islam membina ketamadunan di Andalus, sesungguhnya sesuatu yang
sangat mengkagumkan. Lebih memberi kesan jika ia turut ditinjau dari
aspek perkembangan dan kejatuhan Andalusia itu sendiri demi mencari
kesimpulan yang baik oleh kita semua.
Secara integral, para sejarawan bersepakat menyatakan bahawa kedatangan
Islam ke Andalusia adalah di bawah pimpinan Tariq ibn Ziyad. Beliau
adalah tokoh Islam terkenal telah memimpin pasukan tenteranya
mengharungi Gibraltar (asalnya Jabal Tariq) yang memiliki kedudukan
strategik pintu gerbang para pedagang antarabangsa, di mana para
pedagang lazimnya menggunakan laluan tersebut bagi mengharungi lautan
Atlantik dan Mediterranian.
Sebelum pembukaan Islam, wilayah Andalus dimonopoli secara rakus oleh
golongan bangsawan (noble lord) sehingga berlaku penindasan terhadap
golongan bawahan. Krisis ini menyebabkan ramai rakyatnya yang tidak
berpuas hati dengan pihak pentadbiran negara mereka. Kesannya
menyebabkan banyak tanah pertanian terbiar beku, industri-industri
terpaksa ditutup dan ia sekaligus melumpuhkan ekonomi Andalus.
Menyedari kepincangan itu, Gabenor “Visigothic” (Visigoth) iaitu
Count Julian berpaling tadah dan menentang Raja Don Roderick, beliau
turut bekerjasama dengan Tariq ibn Ziyad untuk mengembalikan keadilan di
wilayah tersebut. Pendirian Julian itu juga diriwayatkan ada kaitannya
dengan tindakan Don Roderick yang merogol isteri dan anak perempuannya.
Tariq ibn Ziyad memimpin pasukan Islam hanya berjumlah 7000 orang,
berdepan pula dengan tentera Don Roderick yang berjumlah seramai 100 000
orang. Lalu bagi meningkatkan semangat pasukan tenteranya di perlawanan
yang tidak seimbang ini, dikatakan bahawa Tariq ibn Ziyad mengarahkan
agar kapal mereka dibakar sambil digambarkan beliau berpidato;
أيها الناس؛ أين المفرُّ؟! والبحر من ورائكم والعدوُّ أمامكم، فليس لكم والله! إلاَّ الصدق والصبر
"Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di
depan kalian, ke manakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian
miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran..."
Kalimat tersebut dikobarkan oleh Tariq ibn Ziyad bagi menaikkan semangat
pasukan tentera Islam dan akhirnya tercatat dalam sejarah penyebaran
Islam ke Andalus. Walau bagaimanapun ia diragui oleh sesetengah pengkaji
terutama hal yang melibatkan pembakaran kapal kerana usaha menakluk
Andalusia pada peringkat pertama melalui jalan laut sebenarnya dirintis
awal oleh Tarif ibn Malik atau dikenali Abu Zurah bin Malik al-Nakha'ei.
Tarif yang mula-mula bersama kekuatan pasukan armada laut bagi meraih
jalan ke arah penaklukan Semenanjung Iberia itu. Hal itu telah mendorong
Gabenor Qayrawan, Musa ibn Nusair dan seterusnya Tariq ibn Ziyad
bergerak bersama demi menakluk Andalus. Oleh itu ada keraguan bagi Tariq
mengarahkan kapal dibakar kerana sepatutnya Tarif yang lebih layak
memerintahkan begitu. Kerana Tarif memimpin kekuatan armada, sedangkan
Tariq memimpin kekuatan artileri.
Kemenangan tentera Islam menguasai medan Gibraltar telah membuka ruang
untuk pasukan Islam terus menguasai Andalus sehingga Tariq dapat
meneruskan penguasaan ke Cordova dan Toledo. Kemenangan demi kemenangan
dapat dicapai oleh tentera Islam dalam usaha melebarkan kerajaan Islam
di bumi Eropah termasuk Bandar Zaragoza, Leon, Malaga, Sevilla dan
beberapa buah bandar lain.
Sejak dari itu, Islam mula tersebar luas ke seluruh Andalusia dan
bermulalah penguasaan Bani Umayyah di Andalus. Khalifah Bani Umayyah
yang berpusat di Dimashq telah mewakilkan beberapa orang Gabenor untuk
mentadbir Andalus. Seramai 20 orang Gabenor telah mentadbir Andalus dari
tahun 718-756M. Gabenor yang pertama ialah Abdul Aziz ibn Musa ibn
Nusayr dan yang terakhir ialah Yusuf ibn Abdul Rahman al-Fihri.
Apa yang menarik untuk diperhatikan sejarah pemerintahan Andalus ini
ialah pemerintahannya kekal di bawah penguasaan kerajaan Bani Umayyah,
walaupun kerajaan Bani Abbasiyah telah mula bertapak dan berpusat di
kota Baghdad bermula pada tahun 132H/ 750M. Ini bermaksud, walaupun
kerajaan Islam yang memimpin majoriti umat Islam sudah beralih kepada
Bani Abbasiyah, namun Andalus terus diungguli oleh para pemerintah dari
kelompok Umayyah.
Fakta sejarah mengakui bahawa sebelum Islam membuka Andalus, masyarakat
Kristian Eropah hidup di dalam kejahilan dan kegelapan pimpinan
Roderick. Lantas, usaha-usaha dilakukan oleh pemerintah Islam di Andalus
telah memberikan impak positif sehingga Barat kemudiannya dapat membina
tamadun mereka yang membanggakan pada hari ini.
Pada peringkat awal, pemerintah Islam berjaya mengawal masyarakat di
Andalus walaupun mereka mempunyai pelbagai latar belakang. Ada di
kalangan mereka berbangsa Yahudi, Barbar, Islam, Kristian dan lain-lain.
Kecemerlangan dapat dicapai apabila masyarakat berbilang kaum ini dapat
dijaga dengan sempurna. Namun, antara punca kejatuhan kerajaan Islam
Andalusia ini juga turut disebabkan oleh kepelbagaian budaya yang
merenggangkan hubungan erat sesama mereka. Fahaman racist yang menebal
akhirnya mengakibatkan Andalus turut menjadi lemah.
Sebenarnya pemerintahan Islam di Andalus berjaya menjamin hak-hak asasi
kaum lain sehingga mereka boleh membantu dalam usaha meninggikan
tamadunnya. Gambaran ini dapat difahami menunjukkan bahawa perpaduan
antara kaum berasaskan jaminan terhadap hak-hak kaum minoriti sebenarnya
mampu mewujudkan kestabilan selagi mana ia tidak bertentangan dengan
akhlak Islam. Oleh sebab itu, kita dapat menyaksikan tamadun Islam
Andalus menguasai dunia dan meniti di bibir umat manusia.
Namun begitu, seakan sudah menjadi lumrah zaman bahawa di sana ada
kitaran ketamadunan seperti yang dibicarakan oleh Ibn Khaldun di dalam "Muqaddimah"-nya
sebagai sunnatuLlah. Kitaran ketamadunan yang dibicarakan Ibn Khaldun
di dalam kitabnya, dan pernah dikembangkan lagi oleh Syeikh Rashid Redha
sebagai sunanul kawniyah, menyebabkan kita berfikir bahawa segala apa
yang berada dipuncak pasti akan melalui tempoh kejatuhan.
Kitaran inilah yang turut melanda Andalus sehingga kejayaan yang dibina
semakin lama semakin menyusut dan menunjukkan ketidakmampuan untuk
dipertahankan. Apa yang dimaksudkan ialah ketidakmampuan untuk
mempertahankan penguasaan Islam di sana dari sudut prestasi politik
pentadbiran, bukannya dari sudut kecemerlangan intelektual dan fizikal.
Kejatuhan Andalus tidak berlaku sekelip mata, tetapi melalui proses yang
panjang. Sayangnya, tiada dikalangan pemimpin umat Islam ketika itu
yang berjaya mempertahankan Andalus. Tiada Salahuddin Al Ayubi, tiada
Saifuddin Qutuz, dan tiada Muhamad al-Fateh. Bibit-bibit kejatuhan
bermula setelah pemerintahan Andalus dijuzukkan kepada kerajaan-kerajaan
kecil.
Andalusia yang diperintah oleh satu kerajaan, satu khalifah, berpecah
menjadi 20 buah kerajaan kecil. Pembentukan kerajaan-kerajaan kecil ini
turut dikenali sebagai Muluk al-Tawa'if, ia wujud disebabkan
semangat puak, sikap fanatik terhadap bangsa. Mereka tidak langsung
berpegang kepada semangat Ukhuwwah Islamiyah dan seakan menjurus kepada
ketuanan kaum sesama sendiri.
Fenomena ini berlaku setelah pucuk pimpinan di Cordova menghadapi
masalah dalaman iaitu bergaduh dan bercakaran, malah ada yang saling
menindas untuk merebut kuasa khalifah dan penguasaan wilayah. Akibatnya,
Cordova yang masyhur di dalam Bahasa Arab sebagai "al-Qurtubah"
akhirnya menjadi bandar yang terakhir jatuh sepenuhnya ke atas Raja
Ferdinand. Ia berlaku pada zaman pemerintahan terakhir Andalus di bawah
Bani al-Ahmar yang menguasai wilayah terakhir di Granada dari tahun
620H-897H. Penyerahan wilayah terakhir ini terpaksa dilakukan demi
menyelamatkan maruah pemerintah Islam di bawah pimpinan Abu Abdullah
daripada digulingkan dengan cara yang lebih teruk.
Ketika Bani Ahmar memerintah Andalusia, wilayah pemerintahan mereka
sudah gugup dan menguncup, tidak lagi sepertimana pada zaman
kegemilangan pemerintahan Abdul Rahman III. Secara khusus, pemerintahan
mereka hanya melibatkan wilayah Granada sahaja yang menjadi daerah
terletaknya istana yang masyhur iaitu istana Al-Hamra' atau dalam bahasa
Sepanyol hari ini lebih dikenali sebagai al-Hambra.
Berlaku perselisihan keluarga dalam hal mewarisi kepimpinan, pergolakan
anak-beranak diraja berlaku dan seterusnya melemahkan lagi pemerintahan
Islam di Granada. Sikap Abu Abdullah yang hilang pertimbangan dan tidak
berpuas hati dengan pewarisan takhta yang diputuskan oleh bapanya,
menyebabkan beliau memberontak sehingga sanggup mengorbankan nyawa
bapanya. Namun, takhta pemerintahan tetap tidak menyebelahi Abu
Abdullah.
Tetapi kerakusan Abu Abdullah tidak padam, bahkan perancangan dibuat
dalam bentuk kerjasama dengan Raja Ferdinand untuk merampas kembali
takhta pemerintahan. Rampasan itu berjaya, ringkasnya Abu Abdullah dapat
menduduki takhta tetapi bagi jangkamasa yang relatif disebabkan tekanan
dari Ferdinand untuk mendapatkan habuan. Habuannya tidak lain tidak
bukan ialah penyerahan wilayah Granada kepada kerajaan Ferdinand, lantas
masyhurlah Ferdinand yang beristerikan Isabella itu sebagai
satu-satunya raja yang berjaya menumbangkan kerajaan Islam di Andalus.
Kejatuhan Andalus rupanya adalah kelemahan pemerintahan sanggup
menggadai prinsip demi mendapat bantuan sokongan untuk menduduki takhta
yang hanya mampu dicapai buat sementara waktu sahaja. Selain itu ia
turut disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal, iaitu :
- Tiada mekanisme dalam mencari pengganti yang layak untuk meneruskan pemerintahan di Andalus. Kebanyakan mereka hanya mewariskan kepimpinan melalui sistem monarki yang pada waktu itu sudah korup, tiada akauntibiliti dan hilang integriti di mata rakyat.
- Tiada wala' terhadap khalifah yang sah mentadbir kerajaan. Masing-masing menyimpan hasrat untuk menguasai wilayah pemerintahan sehingga berlaku perebutan kuasa yang tidak berkesudahan.
- Tiada kesepakatan (wehdatul fikri dan wehdatul amal) dalam mentadbir wilayah yang dikuasai sehingga wujud perbezaan pemerintahan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
- Perbezaan fikrah yang wujud sehingga hilang adabul ikhtilaf di kalangan mereka, lalu perbezaan tersebut banyak membawa jatuh-menjatuhkan, runtuh-meruntuhkan dan kurang usaha untuk bekerjasama dalam hal-hal yang disepakati.
- Wujudnya golongan yang ingin menghancurkan mereka dari dalam seperti golongan yang ingin bekerjasama dengan musuh tanpa mengambil kira untuk memperkuatkan ikatan dalaman sesama mereka.
Kesan daripada faktor-faktor inilah umat Islam dibunuh atas restu Pope
dan ada yang dihalau keluar dari Andalusia, bahkan ada di antara mereka
yang terus diperangi lagi dan lagi walaupun sudah bersedia keluar dari
Andalusia. Musibah ini turut terpalit kepada kaum Yahudi, di mana tiada
kuasa yang boleh melindungi mereka setelah kerajaan Islam menjadi lemah
seterusnya runtuh.
Dituqil dari : http://www.tarbawi.my/2013/06/kisah-jatuh-bangun-pemerintahan-islam.html
Langganan:
Komentar (Atom)
Silahkan dibaca !!! kisah ketua PHBI kita, Udil & Emot :-D
“Jangan dekati aku... jangan pernah sentuh hatiku.” Ujarnya dengan suara parau, cairan-cairan halus...
-
الدعاء الوضوء (Do’a Wudhu Ponpes Al-Wasfiyah ) 1. Do’a Nalika Ningali Cai اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى ا...
-
حضرة فى المعهد "الوصفية" ( Hadlarah Ponpes Al-Wasfiyah ) v اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْم اَلَّذِي لَااِلَهَ اِلَّا هُو...














































